Sajak Leo Kelana
Maut dan Kenangan
Kita sudahi saja
Sampai di sini
Kemas hatimu
Biar kupergi
Jangan ingat tentang kita;
Katamu berkaca
Padahal maut tak pernah bisa
Mengenang apa-apa
Ini hari makin terasa asing
Sore pun lekas menjadi petang
*
Aku
Aku dipenjara
Langit buta
Detak jantung berirama
Tetes air dalam gua
Sepi menekan
Paru-paru mendingin
Mata menjalang
Tak jua terpejam
Ini malam makin gulita
Ini badan tambah sengsara
*
Kertas
Biarkan kertas ini terjaga
Menanti apa saja
Menerima segala
Pena dan kata
Tanpa jeda
Tanpa tanya
Serupa aku?
Mereguk takdir tanpa ragu!
*
Pena dan Pisau
Aku berhadapan dengan kata
Sama sendiri, lalu menyepi
"Adakah itu pena menatapku tajam?"
Pisau bertanya sambil mengunyah puisi
Aku mengambil pena
"Besok pagi,
pisau ini akan kubuat puisi!"
kata menatapku curiga
*
Puisi
Puisi tak pernah sendiri
Ia mengajak pena, kata, dan pisau.
Mereka memanggul keranda
Selembar kertas tewas di tangan penyair
Mereka bersulang doa
Menulis nisan dan menanam kamboja
"Ahai, ada senja melukis air mata!"
*
Nisan
Nisan di bawah kamboja
Menusuk sunyi
Memahat air mata
dan wangi asap dupa
Keranda bisu
Mengantar mati
Lalu tersedu
"Nyawa siapa lagi yang pergi?"
*
Aku pun Mendoakan Pernikahanmu
Saat kau melangsungkan pernikahanmu
Kau masih bertanya tentang diriku
Demikianlah perihal yang kutahu
Duhai demikian syahdu kau senandungkan cinta kita
Tolong sebagai kenang saja segala air mata
Sebab sebuah entah masih harus kutelusuri
Sebab sebuah langkah mesti harus kujalani
Hapus air matamu karena sejarah menulis dirinya sendiri
Aku tahu kau gemetar mencium pundak tangan suamimu
Kau cari wujudku; aku gentar dengan semua tulus kasihmu
Bisikku ketika pertama kali kita bersama di bilik bulan purnama
Kita saling mengikat pada teka-teki: cinta, masa,
Dan hidup yang tak pernah terduga.
Kairo, 21 Mei 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar