Dunia ini tidak akan pernah damai dan sejahtera dalam pengertian yang haqiqi, selama manusia-manusianya mengabaikan Agama (Islam) dan Moralitas (Akhlak).
Selama manusia tidak berupaya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah swt, Al-Khaliqnya (Pencipata Alam Semesta), pada umumnya manusia tidak akan pernah bahagia secara duniawi dan ukhrowi.
Selama mereka bersikap arogan, haus kekuasaan, jabatan dan harta yang mereka miliki, mereka lupa bahwa semua yang mereka miliki tersebut tidak akan kekal dan apabila Allah swt menghendaki semuanya lenyap, maka lenyaplah seketika tanpa aba-aba.
Rasulullah bersabda yang artinya: “Sesungguhnya kalian ditolong dan diberikan rezeki, karena jerih payah dan perjuangan kaum dhu’afa (Orang-orang lemah)“. (HR: Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Imam Ahmad).
Ajaran dan nasehat Nabi Muhammad ini banyak yang mengingkarinya dan tidak menggubris sama sekali. Mereka lupa dan lalai bahwa apa yang mereka miliki dan apa yang mereka banggakan tidak lain merupakan berkat jerih payah kaum lemah.
Hal inilah yang kemudian banyak orang kaya tiba-tiba jatuh miskin, mereka yang berada dipuncak karirnya tiba-tiba merosot dan bahkan terperosok ke lembah kenistaan, lembah kehinaan dan lembah hitam.
Manusia kini tidak dapat lagi melakukan hal-hal yang konstruktif (membangun), malah sebaliknya mereka menjadi manusia-manusia yang destruktif (merusak) akibat ulah mereka sendiri. Mereka terlalu cinta dan memuja materi, pangkat, dan harta.
Mereka ingin diidolakan, ingin dikultus-individukan, sehingga tanpa sadar mereka terjerat dengan hal-hal yang berbau mistik dan syirik. Mereka terperangkap dengan rayuan, godoaan dan pengaruh hukum dan pedoman produk manusia, yakni DEMOKRASI dan HAM.
Mereka sangat takut dan loyal terhadap kedua konsep produk manusia ini. Seoiah-olah kehidupan mereka akan mulus, terjamin dan aman jika mereka berlindung kepada kedua hal ini.
Ini adalah awal kehancuran umat manusia, mereka telah menjadikan Demokrasi dan HAM sebagai pedoman hidupnya, padahal mereka tau dan sadar bahwa hukum produk manusia yang disebut “Undang-undang” sangatlah lemah dan tidak pernah sempurna jika dihadapkan dengan Hukum Allah, Sunnatullah dan Sunnah Rasulullah saw.
Telah terbukti bahwa hukum buatan manusia yang sifatnya controversial dan interpretatif, tidak dapat menyelesaikan berbagai masalah yang ada di belahan dunia manapun, termasuk di Indonesia. Mengapa demikian ?
Jawabannya ada pada Firman Allah berikut yang artinya: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?“. (Al-Maaidah: 50).
Mereka benar-banar telah kehilangan arah, mereka menjadi orang-orang yang selalu mencari pembenaran ketimbang kebenaran, mereka tidak lagi tertarik dan peduli tentang ajaran Islam, mereka sudah terlalu jauh melenceng, bagi mereka dosa sudah tidak lagi menjadi kendala (mendarah daging) dan merupakan sesuatu yang sudah lazim dan sering mereka lakukan. Semuanya, menurut mereka bisa diatasi dengan Uang, Pangkat, Harta, Jabatan serta Justifikasi (pembenaran).
Umat Islam Terbelenggu dengan Berbagai Kenistaan
Allah swt sangat murah hati memperingatkan hamba-hambanya dengan berfirman yang artinya: “Dan bahwasannya (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. yang demlkian itu diperintahkan Allah agarkamu bertaqwa“. (Al-An’am: 153).
Umat Islam dewasa ini terbelenggu dalam situasi saling mendiskreditkan dan serba salah. Kelompok yang mengkategorikan dirinya sebagai moderat dan pemimpin bangsa apriori terhadap kelompok yang dikategorikan sebagai Radikal dan Ekstrim.
Bila kolompok ini mencoba mencairkan suasana dengan ajakan berdialog, musyawarah mufakat sering diabaikan dan tidak ditanggapi sama sekali dengan berbagai alasan yang terkesan dibuat-buat.
Mereka khawatir jika mereka menanggapi masukan atau gagasan dari kelompok yang dikategorikan ekstrim kanan ini, akan mempengaruhi dan bahkan merusak tatanan birokrasi serts sistem pemerintahan yang sudah ada.
Ummat Islam Indonesia, walaupun mereka mayoritas tidak dapat memberi kontribusi apapun, terutama dalam bidang perniagaan (ekonomi), teknologi, politik dan pemerintahan (birokrasi). Pemikiran kaum Muslimin sering dianggap cocok hanya untuk hal-hal yang berkaitan dengan spiritual dan seremonial.
Selain dari itu, untuk kepentingan dakwah bagi sesama Ummat Islam, jadi sifatnya internal saja. Tokoh-tokoh, para ulama yang memiliki komitmen dan istiqomah terhadap agamanya, jarang diikut-sertakan dalam dialog nasional ataupun untuk kepentingan bangsa dan Negara.
Kualitas Intelektual mereka (para ulama) diragukan, pemikiran dan pendapat mereka dianggap kurang relevan dan kurang realistis terhadap kemajuan bangsa, sehingga tidak perlu diikutsertakan. Sementara ada sebagian yang menganggap bahwa Ajaran Islam tidak dapat menjawab berbagai tantangan dan persoalan Bangsa dan Negara.
Lembaga-lembaga Islam, seperti MUI dianggap kurang berarti dan berwibawa. Inilah yang sering terjadi dan sekaligus menciptakan jurang pemisah diantara Umaro’ (para pemimpin) dan Ulama (Ahli ke-Islaman).
Mereka betul-betul dimarjinalkan serta dikucilkan dalam pengertian kontribusi pemikiran, perjuangan dan ilmu pengetahuan, padahal apa yang ingin dikomunikasikan oleh para ulama sesuai dengan kewajibannya dan kewajiban kaum Muslimin pada umumnya dalam menerapkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu ada segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung“. (Ali Imran: 104).
Mereka yang tidak menerima kebaikan dan kebenaran Islam adalah orang yang merugi: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi“. (Ali Imran: 85).
Kebangkitan Umat Islam yang Tidak Kunjung Datang
Memasuki 1 Muharram 1431 Hijriyah ini saatnya Umat Islam melakukan introspeksi total, mengapa kebangkitan Islam yang diyakini itu tidak kunjung datang ? Sebuah pertanyaan yang menggelitik.
Sebaliknya, berbagai malapetaka dan adzab menghampiri Umat Islam, yang paling memprihatinkan adalah terbangunnya opini bahwa “Umat Islam identik dengan radikalisme, fundamentalisme dan bahkan terorisme”.
Memang secara kebetulan (koinsidental) yang terlibat teroris selama ini dari kacamata Barat (Amerika dan sekutunya) adalah orang-orang Islam yang fundamentalis (contoh: Amrozi CS), padahal jika kita simak definisi “Terorisme” ialah, “Bentuk paham intimidasi mental dan ancaman psikologis yang didalamnya syarat dengan kekerasan dan penganiayaan terhadap mereka yang tidak berdaya”.
Termasuk dalam kategori ini adalah penjajahan dan para penjajah. Mereka inilah yang sering dan pertamakali melakukan teror. Betapa tidak, mereka yang dijajah sering diperlakukan semena-mena, disiksa sekedar untuk memperoleh informasi atau rahasia, namun sayangnya penyiksaan ini tidak selamanya berhasil untuk mengorek informasi atau rahasia, karena memang yang bersangkutan tidak mengetahui apa-apa.
Dengan kata lain, mereka adalah korban fitnah. Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, sesadis apapun penyiksaan yang dilakukan terhadap tersangka, tidak akan berhasil bagi mereka yang memang tidak melakukan apa yang difitnahkan.
Tidak jarang jiwapun melayang tanpa melalui proses hukum, bukti dan fakta yang jelas. Ternyata kebangkitan Umat Islam tinggal peringatan belaka. Kebangkitan dan kejayaan Umat Islam yang ditunggu-tunggu tahun demi tahun menguap begitu saja.
Umat Islam malah mengalami kemunduran di berbagai bidang, khususnya ekonomi dan teknologi. Bukan hanya itu, diberbagai negara kapitalis, sosialis dan kolonialis, mereka alergi dan benci Islam.
Umat Islam dibantai, disiksa secara sadis seperti yang terjadi di Palestina, Kashmir, Philipina Selatan (Pejuang islam Moro), di Muangthai Selatan (Pejuang Islam Patani), di Afghanistan, Aceh, Sulawesi Selatan dan di Jawa Barat, tempat mayoritas Umat Islam berdomisili.
Bertahun-tahun tuntutan mereka tidak pernah digubris, malah dijawab dengan perang dan tindakan represif. Sungguh ironis dan menyedihkan nasib Umat Islam diseluruh dunia.
Predikat separatis, teroris, pemberontak senantiasa melekat pada diri Ummat Islam, baik secara individual maupun secara institusional. Image dan opini ini sengaja dibangun secara sistematis agar Umat Islam tidak dapat bangkit dan berkiprah demi Agama, Bangsa dan Negaranya. Yang lebih menyedihkan lagi agar mereka tidak dapat berperan dan memimpin dunia.
Hal ini sangat logis untuk dikhawatirkan oleh pihak-pihak yang memang selama ini berseberangan dengan Islam, karena dari segi Sumber Daya Alam (SDA) negara-negara Islam pada umumnya sangat kaya.
Saudi Arabia adalah Produsen Minyak terbesar 7,963 juta barel per hari, disusul dengan lraq dan Iran, masing-masing 4,222 juta barel per hari dan 3,5597 juta barel per hari dan Indonesia 1,270 juta barel per hari. Belum lagi sumber-sumber yang berasal dari pertanian, pertenakan dan perikanan.
Dari hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa Ummat Islam tidak punya pilihan lain, melainkan tetap konsisten menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar sebagai misi utamanya.
Selain dari itu Umat Islam juga harus membela agama Allah, sesuai dengan Firman-Nya, “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu“. (QS. Muhammad: 7).
Ummat Islam harus tetap berupaya untuk bangkit dan berkiprah dalam skala regional maupun internasional. Ummat Islam diseluruh dunia harus merubah nasibnya dari keterpurukan menjadi jaya dan sejahtera.
Allah swt berfirman yang artinya: “….Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS: ar-Ra’du: 11).
Marilah bersama kita bangkit dan wujudkan impian Islam Rahmatan lil ‘Alamiin. Raihlah kembali kejayaan yang pernah dicapai dimasa silam! Jadilah Hamba Allah yang bertaqwa dan selalu mengamalkan Sunnah Nabi saw.
Sumber: Lembar Jum’at At-Tibyan No. 178 / Thn VIII - 12 Maret 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar